Sakyamuni Buddha Mengulas Sila






Buddha membabarkan parajika kepada para bhiksu,
Ada empat perumpamaan kehancuran :

1. Batu yang hancur tidak dapat kembali menyatu.
2. Pohon yang telah putus dari akarnya tidak dapat tumbuh.
3. Manusia telah mati tidak dapat hidup kembali.
4. Jarum tanpa lubang tidak dapat digunakan.

Maksud dari Sakyamuni Buddha adalah siswa yang telah melakukan pelanggaran berat, bagaikan kayu kering yang tak dapat dipahat lagi, hanya dapat ditinggalkan saja.

Menurut Sakyamuni Buddha, ‘pancanantariya’ merupakan yang dosa yang paling keji, lima pelanggaran berat sering disebutkan antara lain :

1. Membunuh ayah.
2. Membunuh ibu.
3. Membunuh Arahat.
4. Melukai tubuh Buddha.
5. Memecah belah kerukunan Sangha.

( Dalam Sutra Raja Ajatashatru Bertanya Perihal Lima Dosa Berat, Sakyamuni Buddha menekankan : Dengan berbagai cara mencoba memecah belah anggota Sangha, supaya mereka bertikai, membuat mereka mencampakkan pelaksanaan Dharma, membuat mereka mundur dari sradha, membuat mereka terpecah belah, dosa inilah yang paling berat )

Dalam Bodhisattva-gocaropaya-visaya-vikurvana-nirdesa-sutra dikatakan :

“Ada lima jenis dosa yang disebut mendasar, apa sajakah kelimanya itu : Yang pertama adalah merusak stupa dan vihara, memusnahkan sutra dan pratima, mengambil barang milik Buddha, Dharma dan Sangha, atau hanya meminta orang lain untuk melakukannya, atau hanya bersukacita dalam melihat orang lain melakukannya, dosa ini dinamakan sebagai dosar berat mendasar pertama. Apabila memfitnah Dharma Sravaka, Pratyekabuddha dan Mahayana, berusaha menjelek-jelekkan atau merintangi, berusaha menutupinya, dosa ini disebut sebagai dosa berat mendasar yang kedua. Terhadap seorang sramana yang meninggalkan kehidupan awam, mencukur rambutnya, mengenakan jubah, entah ia mentaati sila atau tidak, apabila Anda memenjarakannya, mengikat dan membelenggunya, menyiksanya, atau mencopot jubah kasayanya memaksanya kembali pada kehidupan duniawi, atau bahkan membunuhnya, dosa ini merupakan dosa berat mendasar yang ketiga. Apabila melakukan salah satu saja dari lima dosa berat, berarti merupakan dosa berat mendasar yang keempat. Menyatakan tiada akibat karma baik dan buruk, seumur hidup gemar melakukan sepuluh perbuatan jahat, tidak kuatir akan kehidupan mendatang, diri sendiri melakukannya dan bahkan mengajari orang lain untuk melakukannya, dosa ini merupakan dosa berat mendasar yang kelima.”

Di masa Sakyamuni Buddha, Lima Dosa Berat yang dilakukan oleh Devadatta sebagai berikut :

1. Mengajak lima ratus bhiksu untuk meninggalkan Sang Buddha ( Memecah belah Sangha )
2. Mendorong batu besar dengan tujuan membunuh Buddha, namun hanya melukai Buddha hingga berdarah. ( Melukai Sang Buddha )
3. Mengajari Raja Ajatashatru untuk melepaskan gajah mabuk supaya menginjak Buddha. ( Membunuh Buddha )
4. Memukul mati Bhiksuni Utpalavarna. ( Membunuh Arahat )
5. Memborehkan racun di sepuluh jarinya dengan tujuan ingin membunuh Sang Buddha saat bersujud di kaki Buddha. ( Membunuh Buddha )

Dalam Esai Kebijaksanaan Tertinggi Mahayana dikatakan : “Yang disebut Shi-luo dinamakan kesejukan, juga dinamakan sila. Kobaran api tiga karma dapat membakar sadhaka, namun sila mampu memadamkannya, oleh karena itu disebut juga kesejukan. Dikarenakan dapat mencegah, maka dinamakan sila.”

Sila dari Buddha dibagi menjadi empat tingkatan :

1. Panca-sila
2. Asta-sila
3. Dasa-sila
4. Upasampada.

Empat bagian sila adalah :

1. Sila-dharma : Ajaran Suciwan dinamakan Dharma.
2. Tubuh Sila : Menerima Dharma kemudian diamalkan , dinamakan tubuh.
3. Aktivitas Sila : Dari pengamalan memberikan perlindungan, dinamakan aktivitas.
4. Sila-laksana : Dari aktivitas sila menghasilkan keagungan, dinamakan laksana ( atribut sila ).

Dari Sakya Zheng-kong Lama ( Dezhung Rinpoche ) saya memperoleh banyak sila, yang paling mendasar adalah 14 Sila Mula Tantrayana, Delapan Sila Tantrayana, Sila Tubuh, Sila Ucapan, Sila Pikiran, Sila Panca-dhyani Budhda, Sila Panca Dakini, Sila Anuttara-tantra, Sila Sifat dan lain sebagianya.

Saya ( Buddha Hidup Lian-sheng Sheng-yen Lu ) dengan tulus memberitahu Anda sekalian, saya pribadi mentaati sila namun bukan dibelenggu oleh sila.

Menurut saya :

Berupaya sesuai kealamiahannya adalah bajik.
Tidak bertolak belakang dengan kebenaran dan tidak melawan hati nurani adalah bajik.
Sedangkan yang bertolak belakang dengan kebenaran dan melawan hati nurani adalah kejahatan.

Seperti :

Guru Padmasambhava menggunakan metode bhavana sukha, Guru Milarepa menggunakan metode bhavana keras, keduanya sama-sama dapat Tercerahkan dan merealisasi Bodhi.

Inilah yang dikatakan sebagai tiap orang sesuai dengan kealamiahannya dan setiap orang menjalankan sesuatu sesuai kewajiban.

Gunung diam.
Air mengalir.
Masing-masing memiliki perannya.

Saya selalu merasa bahwa sila Sutrayana maupun Tantrayana bersifat hidup, bukan mati. Seorang Buddha Hidup yang memiliki pandangan leluasa, seorang Buddha Hidup yang bersemayam dalam Samadhi Permainan Kosmis, seorang Buddha Hidup yang memperoleh Vijaya-sukha, telah melampaui sila, mampu sekehendak hati tanpa melanggar sila, sebab orang yang demikian telah murni dan Maha-paripurna !

Tidak ada komentar: